Rupiah Indonesia (IDR) telah mengalami penurunan tajam dalam indeks nilai tukar efektif nominal (NEER) tahun ini, menurut analisis Bank of America (BofA) yang dirilis minggu ini.
BofA mengatribusikan kinerja buruk IDR pada beberapa faktor, termasuk sensitivitasnya terhadap suku bunga kebijakan Federal Reserve dan penetapan harga kurva imbal hasil AS. Volatilitas pasar yang lebih tinggi dan penghindaran risiko juga telah menyebabkan arus keluar ekuitas dari Indonesia.
Bank tersebut mencatat bahwa pelaku pasar lebih fokus pada mata uang dengan beta USD tinggi yang memiliki aset eksternal besar atau surplus neraca berjalan, yang menciptakan kebutuhan lindung nilai segera. Mata uang yang mendapat keuntungan dari potensi kesepakatan perdagangan juga mendapat perhatian lebih dibandingkan rupiah.
Meskipun menghadapi tantangan ini, BofA percaya kondisi saat ini menguntungkan bagi IDR untuk mengejar ketertinggalan dengan mata uang sejawatnya. Bank tersebut menyebutkan tren penurunan USD yang semakin mengakar yang dapat mengurangi penimbunan dolar dan meningkatkan konversi pada hasil ekspor sebagai faktor kunci.
BofA juga menyarankan bahwa lingkungan dolar yang lebih lemah akan memungkinkan Bank Indonesia (BI) untuk melonggarkan kebijakan moneter guna menstimulasi pertumbuhan ekonomi, sambil terus menarik arus portofolio utang ke Indonesia.